Breaking News

Rabu, 08 Oktober 2014

Jangan Melihat Ke Atas // Cerpen


Kutu Terbacau- ini beberapa Contoh Cerpen
JANGAN MELIHAT KE ATAS
Cerewet, ceroboh, baik, perhatian, suka menolong sesama, pintar, dan manis. Sebagian besar orang menilai diriku seperti itu. Cantik? Aku tak yakin. Karena cantik itu relatif, cantik menurut orang, belum tentu cantik menurut orang lain. Pandangan dan penilaian masing-masing orang berbeda.  Tapi, aku tetap bersyukur telah diberi nikmat seperti ini oleh Allah SWT. Inilah aku, apa adanya!
            Irma Saufi Haz merupakan nama yang dipilih oleh orangtuaku dari sekian banyak pilihan nama. Mungkin menurut kalian aku orangnya khas. Belum tentu hehe. Haz, ya aku! Aku berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di dekat pesisir pantai, Labuhan Haji. Banyak teman-temanku menjulukiku sebagai “anak pantai”.
            Aku mempunyai dua saudara laki-laki. Aku adalah anak perempuan satu-satunya dan anak sulung di keluargaku. Dan juga aku mempunyai orang tua yang sangat baik dan perhatian kepada anak-anaknya. Tetapi aku selalu salah menafsirkan kebaikan dan perhatian mereka.
            Orang tua yang marah kepada anaknya bertujuan untuk memberi pelajaran kebaikan, dan agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh anaknya itu. Tetapi aku beranggapan bahwa orang tuaku membenciku. Astagfirullah.
            Selama ini aku selalu saja begitu, selalu berpikiran positif tentang mereka. Aku baru sadar sekarang, betapa baik dan perhatiannya mereka kepadaku. Hampir semua yang aku minta, selalu dipenuhi oleh mereka. Tetapi aku jarang membalas kebaikan mereka dengan kebaikanku juga.
            Dan sekarang aku menyesal telah durhaka kepada mereka. Karena aku tahu bahwa ridha Allah tergantung ridha orang tua, terutama ibu. Jika orang tua tidak meridhai sesuatu yang menjadi keinginan anaknya, maka Allah SWT juga tidak akan meridhai keinginn anak tersebut sebelum kedua orang tuanya meridhainya. Subhanallah.
            Kenapa penyesalan harus datang belakangan? Kenapa tidak dari dulu saja aku berbakti kepada mereka? Kenapa harus sekarang, di usiaku yang sudah beranjak remaja, kenapa? Kenapa? Aku menyesal, Ya Allah! Aku menyesal selama ini telah berpikiran negatif dan selalu tidak menuruti perintah mereka. Mungkin mereka sangat terganggu dengan sifat burukku itu.
            Aku tahu Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dosa hambaNya pasti akan diampuni selama hambaNya bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah ia perbuat, terutama kesalahan yang aku perbuat. Dan aku sangat berharap, aku salah satu hamba Allah yang meraih maghfirahNya. Aamiin Ya Rab.
            Dulu sebelum aku sadar dan masih selalu berpikiran negatif tentang orang tuaku, aku mengalami masa-masa hidup yang sangat sulit. Meski ada sedikit kebahagian, tetapi lebih banyak kesulitan yang aku temui. Meski aku kebahagian yang aku dapatkan merupakan berkah dari Allah, tetapi itu belum lengkap jika kedua orangtuaku juga belum bahagia. Aku mau, jika aku mendapatkan kebahagian kedua orangtuaku juga dapat bahagia dengan kebahagiaanku itu.
            Dan pada akhirnya aku menyadari kenapa aku diberi cobaan yang berat seperti ini. Ya tentu saja karena sifat burukku yang selama ini aku perbuat kepada orangtuaku. Setelah merenungkan diri, dan aku pun mengambil keputusan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Sebenarnya ini bukan pilihan, melainkan keharusan bagi seluruh umat Islam, yaitu memelihara sifat baik dan menjauhi sifat buruk, terutama kepada orangtua.
            Berbakti dan berpikiran positif  kepada orang tua. Itulah yang aku mau saat ini. Agar hidupku selanjutnya tidak mengalami kesulitan seperti sebelumnya. Aku tidak lagi ingin membuat kedua orangtuaku kecewa kepada aku. Dan aku berharap kedua orang tuaku juga bisa memaafkanku.
            Aku percaya bahwa mereka akan memaafkannku. Karena kelembutan hati orangtua tidak bisa ditandingi dengan apapun di dunia ini.  dan aku percaya bahwa kasih sayang orangtua terhadap anaknya, terutama kasih sayang seorang ibu akan ada sepanjang masa. Tidak mempunyai batas sampai kapanpun, unlimited!
            Dan seberapa sering mereka disakiti oleh anaknya, sesering itupun mereka mengampuni dan mendoakan agar anaknya dapat berubah menuju kebaikan. Karena bagi orangtua, anak adalah segalanya. Lebih berarti dari hidup dan mati mereka.
            Perlahan demi perlahan, aku sudah bisa meninggalkan sifat buruk itu. Sekarang aku mulai belajar untuk tidak pernah menyakiti hati kedua orangtuaku. Dan sekarang yang ada dibenakku adalah berbakti, membahagiakan, mencintai, mendoakan dan yang paling utama menyenangkan hati kedua orangtuaku.
            Allah SWT sangat adil. Saat aku masih dihantui dan memelihara sifat burukku itu, aku kesulitan dalam belajar, menerima pelajaran, dan tidak bisa mengaplikasikannya dalam keseharianku. Itu semua terjadi saat aku masih duduk di banggu SMP. Di Sekolah Menengah Pertama ini aku tidak terlalu berprestasi, tidak seperti sekarang. Aku hanya bisa mendapatkan peringkat 8 besar di kelas.itupun butuh kerja ekstra keras. Tetapi setelahnya tidak pernah dapat lagi. Selalu diluar 10 besar kelas.
            Dan setelah memuang semua sifat buruk itu, Alhamdulillah berbanding 3600. Aku sangat cepat memahami pelajaran, dan tidak kesulitan dalam belajar, terutama mengaplikasikannya dalam keseharian. Lembaran baru ini dimulai saat aku sudah duduk di bangku SMA.
            Aku sekolah di sekolah terpandang di provinsiku, SMA Negeri 1 Selong. Hampir semua orang tahu bahwa sekolahku ini adalah sekolah yang sangat hebat. Setiap kali mengikuti perlombaan, pasti ada saja yang dimenangkan olehnya. Dan aku sangat bangga dapat meraih nilai tinggi di sekolahku ini.
            Semua berawal dari sekolah tercinta, aku merasakan perubahan yang sangat drastic terjadi dalam diriku. Aku yang dulunya tomboy, sekarang sudah tidak lagi. Mungkin teman-teman kelasku tidak tahu bahwa dulunya aku adalah seorang cewek tomboy. Tetapi sekarang? feminim banget hehe. Dan aku yang dulunya suka ngomong keras, sekarang sudah tidak lagi.
            Dari segi agama, dulu aku yang jarang sekali mengaji, sekarang hampir setiap hari tidak bisa lepas dari kitab suciku itu. Dan perlahan aku berusaha untuk menunaikan shalat-shalat diluar shalat yang telah ditentukan oleh agamaku.  Dulunya aku shalat selalu mengulur waktu, tetapi sekarang selalu diawal waktu, Alhamdulillah Ya Allah.
            Perlahan demi perlahan, aku berubah menjadi pribadi baru. Pribadi yang tidak lagi berkata keras, selalu berpikiran positif kepada kedua orangtua dan pribadi yang tidak selalu kesulitan, baik dalam belajar maupun dalam urusan lainnya.
            “Allah tidak akan memberi ujian diluar kemampuan hambanya.” Aku sangat yakin dengan kata-kata itu. Setelah perubahan baik itu terjadi kepadaku, aku sangat sering diuji oleh penciptaku. Mungkin Allah sedang menguji kesabaran, keimanan dan ketakwaanku kepadanya dan kedua orangtuaku. Tetapi aku sadar, itu semua hanyalah ujian untuk membuktikan kekonsistenanku terhadap perubahan yang sudah menjadi kewajibanku.  Dan aku selalu berusaha berpikiran positif terhadap semua cobaan yang terjadi. Aku lebih memikirkan hikmah dari semua cobaan itu dibandingkan akibat buruk dari semuanya.
            Dari semua pengalaman yang aku temui setelah perubahan itu, pengalaman yang paling sulit ku lupakan adalah pengalaman dimana aku gagal dalam mencapai keinginanku, menjadi sang juara kelas. Karena tekad utamaku ingin menjadi juara kelas adalah untuk bisa membahagiakan kedua orangtuaku. Aku ingin membahagiakan mereka dengan prestasiku. Tapi semuanya gagal! Aku yang saat itu sangat yakin akan mendapat gelar itu, bahkan teman kelasku sudah menebak,akulah sang juaranya.
            “Aku yakin pasti Haz ranking 1 sekarang.” Hampir semua temanku berkata sama. Aku semakin senang. Di satu sisi aku sudah sangat yakin dan di sisi lain semua teman-temanku juga ikut yakin bahwa akulah sang juaranya.
            Aku masih ingat dengan jelas, pada hari pembagian hasil belajarku itu, mama memintaku untuk membelikan roti untuk adikku.
“Pik, beliin adik roti dulu, baru jalan.” Sambil menyodoran uang kepadaku. Aku dengan santai menjawab
“Eh Mama ini. Udah telat ini. Coba dari tadi.” Aku langsung berpamitan dan meninggalkan mamaku. Aku tak tahu, mungkin saat itu hati mamaku sangat kecewa dengan kesalahan yang tidak aku sadari itu.  
            Tibalah waktu yang sudah aku nanti-nanti. Aku sangat terkejut, saat itu aku sampai menjatuhkan air mata karena aku tahu, bahwa yang menjadi juara bukanlah aku. Pak guru sendiri yang memberitahunya kepadaku. Hatiku hancur berkeping-keping mendengar kabar buruk itu. Tentu saja buruk, kabar itu sangat tidak sesuai dengan keinginanku.
            Saat itu aku tidak bisa menerima kekalahanku. Aku sangat tidak percaya dengan semuanya. Aku merasa sedang di alam mimpi yang sedang mimpi buruk. Dimana harapan, keinginan, dan cita-citaku direbut oleh orang lain, yang tentu saja aku kenal. Dan aku merasa ada sesuatu yang sedang menusuk dadaku. Aku merasakan kesakitan yang luar biasa. Sakit yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.
            Akupun memberitahu kabar buruk itu kepada orang tuaku. Dengan wajah yang penuh dengan senyum keikhlasan mereka menjawab “Alhamdulillah, lain kali ditingkatkan lagi, nak.”
Coba lihat mereka, mereka sangat bersyukur dan senang dengan nilaiku itu. Tetapi aku sebaliknya, aku pun menangis di hadapan mereka. Karena aku merasa gagal membuat mereka bahagia. Tetapi mereka tidak beranggapan begitu, mereka tetap bahagia dengan prestasi yang aku capai meski di luar keinginanku.
            “kenapa harus menangis, nak? Bukankah juara empat itu sangat bagus? Bersyukurlah.”
 Disaat seperti ini, saat hatiku sedang hancur berkeping-keping, mereka masih memberi aku semangat, dan mengajarkanku untuk banyak-banyak bersyukur.
“Tapi aku mau juara satu, bukan empat. Malah semua temanku tak percaya. Mereka semua yakin bahwa akulah sang juaranya.” Jawabku sambil terus menangis.
“Makanya, tidak boleh terlalu senang dulu. Tidak boleh sombong. Mungkin tadi Opik sombong karena semua teman sudah mengira akan jadi juara. Sudahlah, semester selanjutnya lebih berusaha lagi. Belajar dengan giat dan jangan lupa untuk berdo’a kepada Allah agar semua keinginan, harapan dan cita-cita Opik dikabulkan.” Nasihat mamaku.Opik, adalah nama panggilan akrab dikeluargaku.
            Semua kata mamaku benar. Aku yang sudah yakin akan jadi juara sangat berbangga diri, menganggap bahwa akulah juaranya, bukan orang lain. Astagfirullah. Aku berusaha menerima kekalahanku itu dengan lapang dada. Aku terima dengan ikhlas karena penuh dukungan dari orang tuaku. Toh juga masih banyak waktu untuk meningkatkan prestasiku.
            “Aku yakin, suatu saat aku adalah juaranya!” teriakku dalam hati. Dan orang tuaku pun sangat mendukung dan selalu member semangat untukku. Karena semua orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi juara, entah itu jura yang aku inginkan atau juara lainnya. Dan mereka semua berusaha agar anak-anak mereka dapat berprestasi dan  membuat mereka bangga dengan prestasi anak-anaknya itu.
            Aku menyambut semester genap dengan hati yang berbunga-bunga, karena aku akan memulai dan mewujudkan semua keinginanku dari semester ini. Setelah melewati hari libur yang sangat membosankan, akhirnya tiba saatnya untuk kembali ke sekolah. Aku yang penuh tekad, bersemangat menyambut masa dimana kemenangan akan berpihak kepadaku.
            D isini aku tidak semata-mata ingin menjadi juara dan mendapatkan nilai bagus, tatapi tujuan utamaku adalah untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat yang nantinya dapat aku ajarkan dan terapkan di kehidupan sehariku. Aku semata-mata menuntut ilmu dengan ridha Allah dan orangtuaku.
            Di awal semester genap ini aku meminta kepada orangtuaku agar mereka mengiyakan keinginanku untuk mengikuti les tambahan.
“Ma, mau ikut les di GO, tadi ada sosialisasi dari pihak GO. Dia bisa bantu dalam belajar, dengan jaminan lulus masuk perguruan tinggi favorit. Jadi kalau anak guru dapat diskon 50% Ma. Lumayan untuk mengurangi biaya.”
“Berapa bayarnya?” Tanya mamaku, dan aku pun langsung menerimanya brosur terkait masalah biaya. Kebetulan mamaku adalah salah satu guru di MTs dan MA di daerah asalnya, Kotaraja.
            Mamaku sedikit lega karena adanya diskon itu. Lumayan bisa mengurangi biaya yang mahal. Akhirnya, mamaku pun mengiyakan permintaanku itu, tentu saja dengan persetujuandari bapakku.
            Bayarannya cukup mahal, menurutku. Tetapi orangtuaku berusaha membayar tapat waktu, karena kalau tidak, bisa menjadi lebih mahal dari biaya awalnya. Meski meminjam kesana-kemari, akhirnya aku dapat membayar tepat waktu.
            Aku sangat kasihan melihat meraka waktu itu. Penuh pengorbanan untuk sang anak tercinta. Aku pun bertekad untuk dapat mengganti semua uang banyak itu dengan bersungguh-sungguh mengikuti les dan dapat sedikit berubah dalam pola belajar maupun sikap.
            “Sekarang Opik sudah masuk les. Bayarannya sangat mahal seklai, kalau tidak mau janji dengan les itu dapat berubah sikap,bapak tidak kasi les lagi.”
Subhanallah. Mulia sekali orangtuaku ini. Mereka mengabulkan keinginanku dengan tujuan agar sikapku menjadi semakin baik dari sekarang.
“Iya, Insyaallah pak.” Jawabku singkat.
            Mulai detik itu, aku bertekad untuk merubah sikap menjadi semakin baik. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Perlahan demi perlahan, sikapku sudah berubah ke arah yang lebih baik. Tentu saja dengan tujuan aku tidak mau mengecewakan orangtuaku. Mungkin ini cara Allah untuk merubah sikapku melalui perantara orangtuaku.
            Aku semakin mendekatkan diri kepada Allah dan orangtua. Setiap hari dalam hidupku selalu dipenuhi dengan beribadah dan membantu kedua orang tuaku. Aku yang dulunya jika disuruh, pasti jawabnya “Sebentar dulu Ma.” Tapi sekarang, jangankan disusruh, tidak disuruhpun aku langsung mengerjakan kewajiban untuk membantu mereka.
            Sekarang aku sudah belajar untuk menutup semua aurat yang mendatangkan dosa ini. Aku sekarang sudah mengenakan jilbab. Karena aku tahu bahwa seorang anak perempuan yang sudah beranjak remaja dan tidak menutup auratnya kelak akan mendapat siksa di alam kubur. Bukan hanya anak itu saja, tetapi juga ibunya. Ibunya akan digantung di neraka kelak oleh Allah SWT karena sudah gagal mendidik anaknya.
            Aku selalu mengenakan jilbab jika keluar dari rumah. Karena aku sadar, menutup aurat adalah bukan sebuah pilihan, tetapi sebuah kewajiban seluruh muslimah yang ada di dunia ini. Dan aku tidak mau memperlihatkan sedikit pun auratku kepada oaring yang bukan mahramku. Karena setiap orang yang bukan mahram melihat aurat orang lain, baik sengaja maupun tidak sengaja yang dipamerkan akan mendapat dosa, baik yang melihat maupun yang memamerkannya. Astagfirullah. Aku tak mau mendapatkan dosa hanya karena dengan memamerkan tubuh yang penuh dengan dosa ini.
            Setiap hari aku tidak lepas dari kitab suciku, al-Qur’an. Beribadah, dzikir dan membantu orangtuaku. Tentu saja aku imbangi dengan belajar yang rajin dan dengan sungguh-sungguh. Karena di dadaku sudah melekat tekad kuat.
            Hampir setiap hari aku selalu berada di tempat les, tentu saja di luar jam belajar yang ditentukan. Di sana aku bertanya atau mengerjakan tugas dan memperdalam materi pelajaran yang belum ku mengerti. Aku sangat memanfaatkan guru-guru yang pintar itu. Aku juga ingin pintar seperti mereka.
            Sampai suatu ketika bapakku heran kenapa aku selalu pergi les setiap hari yang sebenarnya hanya 2 kali seminggu.
“Pak, mau pergi les dulu.” Sapaku sambil menium tangannya dan kemudian lanjutkan dengan mencium tangan mamaku.
“Kenapa tiap hari pergi lesnya? Bukannya 2 kali seminggu?”
“Iya, tapi kita kan mau TST pak.”
“Apa itu TST?”
“Kalau ada PR atau materi yang belum kita pahami bisa ditanyakan di sana.” Jelasku.
            Bapakku sebenarnya khawatir, karena aku selalu pulang larut malam dan dia tahu itu sangat tidak baik bagiku. Dia juga tidak mau aku yang izinnya pergi les ternyata pergi kencan bersama pacar. Tapi aku berusaha untuk meyakinkannya dan akhirnya bapakku pun percaya. Aku jujur, aku pergi dan bukan untuk berkencan.
“Yaudah hati-hati. Jangan pulang larut malam.”pesan bapakku.
“Iya pak.” Jawabku dan berjalan meninggalkan bapak dan mamaku yang tengah menonton TV.
            Melihat aku yang sering pulang larut malam, tak jarang bapakku menjemputku sepulang les. Padahal aku mengendarai sepeda motor sendiri. Tetapi yang namanya hati orang tua, pasti ada rasa khawatir terhadap anaknya.
            Jika bapak menjemput dan dia melihat aku keluar dari tempat les, hatinya sangat senang, dan dia selalu senyum kepadaku. Karena dia tahu bahwa anaknya tidak berbohong kepadanya.
            Di saat sedang serius-seriusnya belajar, dan di saat inilah Allah SWT memberiku cobaan berupa sakit. Sakit yang melarang aku untuk tidak belajar terlalu sering. Aku disarankan untuk beristirahat dan tidak dianjurkan untuk berpikir terlalu keras.
            Aku sudah capek dengan sakit yang menimpaku ini. Aku merasakan sakit yang teramat sangat, karena aku seperti dikelilingi oleh ruangan tempat aku berada. Kepalaku sangat sakit dan belum lagi rasa mual yang tiba-tiba datang. Sebelumnya aku mengira terkena penyakit anemia, penyakit kurang darah. Dimana penderitanya merasakan pusing jika sedang berdiri tiba-tiba. Hampir sama seperti penyakit yang aku rasakan saat ini. Belum lagi maag yang sering sekali kambuh dan sangat menggangguku. Tetapi saat itu aku mengira maag yang aku derita hanyalah maag biasa. Seperti kebanayakan yang diderita orang. Aku sudah merasakan sakit ini selama berbulan-bulan. Tetapi aku tak pernah memberitahukan tentang penyakit ini kepada orangtuaku.
            Aku sudah menyerah melawan rasa sakit yang teramat sangat ini. Dan pada akhirnya aku pun memberitahu orangtuaku tentang penyakit ini, dan aku mengajak bapakku untuk memeriksa penyakit apa yang aku derita.
            Di klinik, aku memberitahu kepada pak dokter apa yang aku rasakan.
“Apa yang adik rasakan? Atau keluhan adik, ayo ceritakan sama pak dokter.”
“Sering pusing, tapi pusingnya seperti berputar gitu, terus mata sudah tidak bisa fokus. Perut juga sering sakit, kalau belum makan sakit, tapi kalau udah makan tambah sakit. Kalau udah kayak gitu, ndak bisa apa-apa dok, palingan Cuma bisa rebahan aja.” Ceritaku panjang lebar dengan sedikit malu.
            Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pak dokter, aku pun diberitahunya penyakit apa yang aku derita.
“Oh adik kena 3 penyakit sekaligus. Vertigo, sakit kepala, dan maag. Tapi maag yang adik derita bukan sembarangan. Kenapa perut adik sakit kalau udah makan, itu karena ada luka di dalam lambung adek.”
            Aku sangat terkejut dengan penjelasan pak dokter, bapakku yang duduk di sampingku terlihat biasa-biasa saja. Tapi aku yakin, di dalam hatinya dia pasti menangis karena mengetahui anaknya menderita penyakit yang tak diduga.
“Lalu vertigo itu apa dok? Tanyaku penasaran.
“Vertigo itu keadaan dimana penderita merasakan pusing yang sangat luar biasa, penderita merasa dikelilingi oleh ruangan tempat dia berada. Disertai dengan rasa mual.”
            Aku terdiam mendengar penjelasan pak dokter.
“Adik sering minum obat pusing?” Tanya pak dokter sambil tersenyum kepadaku.
“Dia tidak bisa minum obat dok, itupun kalau minum obat harus dihaluskan dulu.” Kali ini bapakku yang menjawab, yang membuatku tertawa kecil di depan pak dokter.
“Kalau gitu adik terlalu kuat berpikir dan kurang istirahat.”
            Tebakan pak dokter tepat sekali, aku memang kurang istirahat belakangan ini, karena banyak tugas dan ulangan yang mengharuskanku untuk berpikir keras.
“Benar dok.” Jawabku singkat
“Sekarang mana di antara 3 penyakit ini yang adik mau obati terlebih dahulu? Tapi menurut pak dokter maag yang paling sulit diobati, jadinya harus segera ditanggulangi. Baru setelah itu vertigo dan sakit kepala.” Jelas pak dokter sambil memberikanku kertas kecil yang berisikan apa yang harus aku lakukan dan hindari untuk mengobati maag ini.
            Di dalam hati, aku sangat menginginkan vertigo itulah yang mendapat pengobatan khusus. Karena aku tahu bagaimana sakaitnya jika penyakit itu datang. Subhanallah, itu sangat sakit, belum lagi rasa mual yang membuatku mau muntah dan pusing terasa ingin pingsan.  Aku berharap hanya aku yang mengidap penyakit seperti itu. Aku tidak mau orang lain merasakan sakit yang teramat sangat itu.
             Alhamdulillah aku diberi kekuatan dan kesabaran oleh Allah SWT untuk menghadapi maupun melawan penyakit itu. Aku tidak mau menjadi orang lemah. Diberi cobaan sekecil itu sudah bermalas-malasan dalam ibadah, belajar dan membantu orangtua. Pada saat inilah aku lebih mendekatkan diri kepda Allha SWT dan orangtuaku tentu saja aku imbangi dengan belajar, tetapi tidak terlalu memaksakan.
            Dan pak dokter memberikan obat untukku. “Astagfirullah, ini obat atau batu kerikil? Kok besar sekali?.” Protesku dalam hati. Tidak ada guna aku mengeluh saat itu. Toh juga aku diharuskan untuk meminum semua obat itu. Tak lama, aku dan bapak pun pulang, tentu saja berterimakasih kepada pak dokter.
            Semua obat itu harus aku minum setiap hari. Saat itu pun aku mulai belajar untuk minum obat, karena aku tak mau diganggu oleh penyakit-penyakit itu lagi. Dan aku mencoba untuk menuruti semua aturan yang disarankan oleh pak dokter.
            Selang beberapa hari, sebagian obat habis olehku,kecuali obat untuk sakit kepala, karena harus diminum jika sakit kepala datang. Dan alhamdulilah aku merasakan sedikit perubahan, sekarang penyakit-penyakit itu jarang mendatangiku.
            Aku rasa semua penyakit itu sudah tidak lagi menggangguku. Dan aku kembali dengan aktivitas belajar seperti biasa, selalu berpikirkeras. Karena tak lama lagi akan ada ulangan kenaikan kelas.
            Aku semakin giat belajar, mengulang semua penjelasan yang sudah diajarkan oleh guru-guruku, dan jika ada materi yang aku belum pahami aku selalu menanyakannya kepada guru lesku.
            Dua hari menjelang ulangan semester aku belajar semampuku, belum lagi ada les tambahan untuk persiapan menghadapi ulangan kenaikan kelas. Aku sangat antusias mengikuti semua les tambahan itu, meski aku sangat capek karena sangat kurang istirahat.
            Tak jarang penyakit vertigo itu datang lagi ketika aku sedang serius-seriusnya belajar. Tapi aku tak mau menyerah, aku menyempatkan waktu untuk beristirahat meski hanya beberapa menit saja. Dan melanjutkan belajar kembali jika aku rasa cukup.
            Aku tak mau menjadi orang yang lemah saat ini, hanya karena penyakit yang tidak seberapa itu. Aku tahu bahwa banyak orang di luarsana yang menderita penyakit mematikan dan dia sangat kuat menjalankan hidupnya. Jika kita berusaha dan tawakal kepada Allah, insyaallah Allah akan membantu kita. Aku berusaha minum obat dengan teratur, aku berusaha tidak memaksakan kerja otakku, dan aku berusaha untuk tidak capek supaya penyakit itu tidak mengusikku lagi. Tak lupa aku berdo’a kepada Penciptaku agar penyakit itu hilang dari tubuhku. Aamiin.
            Hari demi hari aku lalui dengan terus belajar, belajar dan belajar tak lupa juga aku imbangi dengan ibadah. Tak terasa ujian semesternya sudah usai. Dan pada akhir semester ini aku berharap semoga hasil dari jerih payahku selama memuaskan dan dapat membuat bangga kedua orangtuaku.
            Aku tak sabar menungga hasil nilai belajarku selama ini. Hari demi hari, jam demi jam, dan detik demi detik aku lewati dengan penuh rasa penasaran. Seraya aku berdo’a agar hasilku kelak sesuai dengan harapanku selama ini. Aku ingin membuat bangga kedua orangtuaku yang susah payah telah megabulkan keinginanku untuk les di tempat yang aku impikan selama ini. Aku tak mau membuat mereka kecewa seperti dulu. Akan aku buktikan, aku sekarang adalah sosok pribadi yang baru, yang tidak mengecewakan mereka lagi seperti halnya dulu.
            Dua minggu berlalu, dan akhirnya tiba juga saat yang ku nanti-nanti. Hari dimana penentuan apakah aku naik kelas atau malah tidak. Tapi aku yakin pasti naik kelas! Hari dimana aku tahu nilai yang sudah aku kumpulkan selama ini. Menandakan bahwa aku sudah mengerti dan paham dengan semua pelajaranku.
            Hari itu aku berangkat sekolah dengan senyum sumringah yang penuh semangat. Tak lupa aku berpamitan kepada orangtuaku. Aku ingat betul pada waktu itu mamaku menyuruh aku untuk menyapu lantai ruang tengah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06.55 yang menandakan bahwa sebentar lagi semua acara di sekolah pada saat itu akan dimulai. Dengan senang hati, aku mengerjakan perintah mamaku.
            Setelah bersih, baru aku berpamitan kepadanya dan mengucapkan “Ma, sekarang pembagian raport, do’ain supaya bisa dapat juara. Berangkat dulu Ma.” Sambil mencium tangannya dan meninggalkan mamaku yang sedang bersih-bersih rumah pada saat itu.
            Sesampai di sekolah, aku melihat orang-orang tengah menonton pertandingan terakhir classmeeting pada semester ganjil ini. dan teman-temanku pun bertanya, “Kenapa terlambat datang  Haz?” “Udahku bantu mamaku tadi.” Jawabku sambil tersenyum dan duduk di samping mereka.
“Gimana? Udah siap?” tanyaku penasaran kepada mereka semua. “Deg-degan aku, tapi Insyaallah sih.” Jawab seorang dari mereka. “Kamu gimana?” “Iya Insyaallah juga.” Sebelum pembagian raport aku meminta do’a restu kepada mama dan bapakku yang kedua kalinya. Aku mengirimkan mereka sebuah SMS “Ma, Pa, do’ain supaya nilai bagus dan dapat ranking bagus juga.” Kedua orangtuaku pun membalas dengan “Iya, Insyaallah dapat.” “Iya, pasti dapat. Jangan lupa berdo’a dan ingat kepada Allah.” Kedua orangtuaku sangat yakin aku akan mendapat peringkat yang bagus.
            Sampai juga pada waktu pembagian raport. Waktu itu, wali kelasku mengatakan kepada kami semua bahwa semester ini kelasku tidak dapat peringkat umum, tidak seperti tahun lalu. Mendengar kabar buruk itu, aku langsung tertunduk pasrah dan tidak percaya, karena besar harapanku untuk bisa mendapatkan peringkat umum itu. Perasaanku saat itu bercampur aduk. Rasa kecewa ditambah dengan rasa penyesalan dan tidak percaya.
            Dan pak guru pun membacakan peringkat kelas, tetapi dari peringkat 10. Satu demi satu nama sudah disebutkan. Aku takut dan khawatir kalau namaku tidak ada pada ke 10 peringkat itu. “…Peringkat 2 kelas diraih atas nama Bq.Linda Ayu Kusuma Wardani.” Diiringi dengan tepuk tangan teman yang lain. Hatiku pada saat itu bedetak kencang, terasa mau copot.
“Dan yang peringkat pertama adalah…… IRMA SAUFI HAZ!”
            “Oh my God! Apa aku tidak salah dengar? Akpakah benar aku? Alhamdulillah.” tanyaku.  Di dalam hati, aku mengucap syukur kepada Allah SWT. Aku langsung membaca Al-Fatihah waktu itu. Berterimakasih kepada kedua orangtuaku yang sudah mendo’akanku. Pak guru memberi aku selamat atas prestasi yang ku raih. Tidak lupa memberi nasihat agar tidak berhenti untuk belajar supaya bisa lebih baik dari sekarang ini.
            Ketika sedang asyik duduk-duduk sambil menonton televisi, aku bercerita kepada mamaku, aku ingin seperti teman-temanku. Tetapi aku juga tak mengerti bahwa orangtuaku juga sedang kesulitan ekonomi dan wajar saja jika mereka tak menuruti kemauanku. Tetapi hampir semua kemauanku dipenuhinya. Tetapi keperluan penting saja. Sedangkan keperluan yang kurang penting dibelakangkan.
            “Tidak boleh melihat ke atas, nak. Biarkanlah mereka hidup dengan mewah karena mereka mampu. Nah kalo kita, kita cukuplah hidup dengan sederhana, tetapi hati kita kaya dengan ilmu. Jangan turuti mereka yang bermewah-mewah tetapi ilmunya kosong. Kalau melihat keatas terus, nanti kita tak sadar bahwa impian kita itu melebihi kemampuan kita. Tetaplah melihat ke bawah, nak. Karena masih banyak orang yang kurang dari kita. Masih banyak orang yang ingin hidup seperti kita, tetapi tidak mampu. Dan mereka bersyukur dengan nikmat yang diberi olah Allah, dan mereka berusaha agar bisa mempunyai nasib seperti kita. Bersyukurlah!.”

----oo----

            Sekarang aku berumur 16 tahun. Pada usia ini seseorang sedang meranjak remaja. Remaja, tidak lepas dari kata “asmara”. Ya asmara! Tentu saja aku sudah mengalaminya.
            Sejak pertama masuk SMA, aku langsung jatuh cinta kepada seseorang. “Love in the first sight” atau “Cinta pada pandangan pertama”. Cinta pertamaku pada masa putih abu-abu ini adalah kakak senior gugusku. Rangga Ramdhani Hakim. Kak Angga sapaan akrabku untuknya.
            Kami saling suka satu sama lain sejak pertama bertemu. Tetapi saat itu kak Angga dan aku sedang menjalin kisah cinta dengan seseorang. Kami berdua saat itu sudah punya pacar. Rasa suka itu pun terkubur dalam hati.
            Setelah sama-sama sendiri, kak Angga mendekatiku. Awalnya cuma SMS biasa. Tetapi lama-kelamaan berubah menjadi SMS serius. Karena sudah ada benih cinta di hati kami masing-masing. Tak mau menunggu lama, kak Angga pun ingin aku jadi pacarnya. Padahal kami melakukan pendekatan selama 3 hari. Waktu yang singkat untuk mengenal satu sama lain. Kami pun menjalin hubungan lebih dari teman, yah kami pun pacaran. Awal pacaran, aku malu-malu karena tak terbiasa dengannya. Tapi lama kelamaan, aku tak malu lagi. Karena dia juga tak malu denganku.
            Hari-hari yang kami jalani dengan hubungan baru ini sangatlah indah. Setiap harinya dipenuhi dengan kata cinta dan sayang dari kak Angga. Dia sangat perhatian kepadaku. Dan setiap harinya selalu ada kenangan indah yang kami ukir berdua. Susah dan senang kami lalui bersama. Tak terasa hubungan kami sudah berbulan-bulan.
            Aku sangat sayang kepadanya. Dia juga sangat sayang kepadaku, ungkapnya. Selama pacaran, aku tak pernah main dengan laki-laki lain. Aku mengira kak Angga juga akan begitu kepada karena dia sayang. Tetapi itu semua hanyalah harapan dan keinginanku yang tak dipenuhinya. Aku berharap jika dia benar-benar sayang kepadaku, dia tidak akan main dengan perempuan lain. Tetapi semuanya sia-sia! Ternyata kak Angga main dengan perempuan lain. Aku sedih dan kecewa mengetahuinya. Akhirnya aku memilih untuk berpisah. Tetapi aku masih sayang.
            Karena aku masih sayang, ketika dia mengajak aku untuk kembali lagi aku pun mau. Karena dia berjanji tidak akan mengulang kesalahannya lagi. Tetapi tak lama, kami kembali berpisah karena hal yang tidak jelas dan aku  tak mengerti dengan hal itu. Aku mau-mau saja, karena pada saat itu aku sudah lelah pacaran.
            Aku pun sendiri. Tiba-tiba datang sesosok lelaki yang tak pernah aku sukai sebelumnya. Berawal dari twitter, yang seterusnya sampai pada suka. Pada saat itu, aku tak mengira bahwa dia akan suka kepadaku. Padahal aku saat itu tak terlalu menganggapnya serius.
            Sampai suatu ketika, dia pun menyatakan perasaannya kepadaku. Entah karena apa, aku menerima tawarannya untuk menjadi pacarnya. Tetapi hubunganku kali ini sangatlah singkat. Hanya menghitung hari. Dan kabar kedekatanku dengan laki-laki itu sampai di telinga kak Angga. Dia sangat kecewa denganku. Saat itu dia mengatakan bahwa dia masih sayang kepadaku. Dia tak berani mencari perempuan lain karena rasa sayang itu. Tetapi aku dengan begitu gampangnya menjalain hubungan dengan laki-laki lain. Padahal saat itu aku juga masih sayang kepadanya. Mungkin hubungan yang singkat itu hanyalah pelampiasan semata.
            Sejak saat itu, Kak Angga yang dulunya hampir setiap hari SMS aku, sekarang tidak lagi. Dia pun menjauh dariku. Menghilang dari hadapanku. Dan aku tak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi aku masih sayang sama dia, tapi di sisi yang lain aku sangat kecewa dengan keputusannya itu.
            Kak Angga pun kembali SMS aku, dan aku merespon. Dia kembali SMS hampir tiap hari. Pada waktu itu aku tak tahu maksudnya apa. Tetapi aku hiraukan. Tepat pada malam lebaran kemarin, kak Angga mengajak aku kembali kepadanya untuk yang kedua kalinya. Entah karena kasihan atau aku masih sayang, aku pun kembali menerimanya. Dan dia pun berjanji untuk yang sekian kalinya, bahwa dia tidak akan mengulagi kesalahannya lagi. Aku pun terbuai dengan janji manis itu.
Betapa bodohnya diriku. Aku mau saja dibohongi untuk yang kesekian kalinya oleh orang yang sama. Orang yang aku sayang. Aku telah terhipnotis oleh sihir cintanya Kak Angga. Aku maunya saja disakiti, dibohongi dan dihianati olehnya. Mungkin karena sihir cintanya terlalu kuat sehingga mematika syaraf-syaraf yang ada di otak dan hatiku.
Tetapi hubungan itu tak berlangsung lama. Karena aku tahu bahwa lagi-lagi dia membohongiku. Aku pun cepat mengambil tindakan. Aku memilih untuk berpisah yang ketiga kalinya. Sampai saat ini, Kak Angga tak pernah SMS aku. Tapi aku sangat berharap dia akan SMS aku kembali seperti yang dulu. Tetapi itu hanyalah sebuah harapan yang terpendam.
Jika waktu bisa diulang, aku ingin mengulangnya. Aku ingin mengulang ketika aku baru mengenal cinta, terutama dengan kak Angga. Jika aku tahu bahwa cinta ini akan membuatku menderita seperti ini sampai mengganggu ketenanagan hatiku, aku tak akan mau menjalin hubungan cinta ini. Tetapi jika aku tahu bahwa Kak Angga memperlakukan aku seperti ini, aku akan merubah sikap dan sifatnya dan akan ku beritahukan kepadanya bahwa aku sayang. Aku akan menyadarkannya. Tetapi itu sangat mustahil terjadi. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Blog Archive

Designed By VungTauZ.Com